
Di tengah cahaya lampu gemerlap dan karpet merah yang memanjang di laguna Venesia, sebuah gelombang suara yang kuat muncul dari belakang layar — bukan dari sutradara yang mempromosikan film terbaru mereka, tetapi dari ratusan pembuat film internasional yang menyerukan agar Festival Film Venesia mengambil sikap lebih tegas terhadap krisis di Gaza.
Permintaan ini bukan sekadar pernyataan moral pasif. Surat terbuka yang beredar menyebutkan angka dan nama: lebih dari 600 pembuat film, penulis skenario, produser, dan sineas dari puluhan negara yang mendesak penyelenggara festival untuk menyuarakan solidaritas dengan warga sipil Gaza yang menghadapi kekerasan dan krisis kemanusiaan berkepanjangan.
Venesia, yang dikenal sebagai salah satu festival film tertua dan paling bergengsi di dunia, telah menjadi panggung bagi karya-karya sinematik terbesar sejak awal abad ke-20. Namun kini, festival ini menghadapi tekanan baru: menjadi tempat di mana industri kreatif internasional bukan hanya merayakan seni, tetapi juga harus menunjukkan kepedulian politik dan etika.
Para penandatangan surat tersebut menekankan bahwa dalam dunia di mana film sering menjadi medium untuk mempromosikan empati, pemahaman lintas budaya, dan narasi kemanusiaan, festival film tak bisa lagi sekadar netral. Menurut mereka, festival sebesar Venesia memiliki kapasitas dan pengaruh untuk membuka ruang dialog, solidaritas, serta refleksi terhadap konflik yang memengaruhi jutaan orang.
Seruan ini menyerukan beberapa langkah konkrit:
- penayangan karya-karya yang merefleksikan realitas warga Gaza,
- dialog atau forum kemanusiaan selama festival,
- pernyataan publik resmi dari lembaga penyelenggara festival,
- dukungan terhadap sineas Palestina untuk terlibat penuh dalam kompetisi festival.
Inisiatif ini muncul saat festival film terbesar di Eropa ini mendekati edisi ke-82, di mana lebih dari 200 film dari seluruh dunia dijadwalkan untuk bersaing di panggung internasional. Festival ini menjadi ajang penting bagi sineas dari berbagai belahan dunia untuk memamerkan karya mereka di hadapan kritikus, distributor, dan publik global.
Namun upaya untuk memadukan seni dan politik bukan tanpa tantangan. Penyelenggara festival berada di posisi yang rumit. Mereka harus menyeimbangkan antara mempertahankan reputasi sebagai forum seni yang inklusif, serta menanggapi tuntutan moral yang semakin kuat dari komunitas kreatif global. Ada kekhawatiran bahwa langkah terlalu politis bisa memecah perhatian dari kompetisi film itu sendiri, sementara sikap yang terlalu netral bisa dilihat sebagai sikap tidak peduli terhadap krisis kemanusiaan yang mendalam.
Reaksi terhadap seruan ini pun beragam. Beberapa sineas veteran mendukung penuh, menyatakan bahwa seni tanpa komitmen moral adalah seni yang kehilangan arah. Sementara itu, sebagian lain mengingatkan bahwa festival film harus tetap menjadi ruang di mana karya seni dinilai berdasarkan merit artistik, tanpa tekanan politik yang berlebihan.
Permintaan ini mencerminkan perubahan lanskap budaya global, di mana pembuat film tidak hanya dilihat sebagai kreator visual, tetapi juga sebagai aktor sosial yang memiliki suara dalam isu-isu global. Ketika dunia semakin terhubung, film menjadi media penting untuk menyuarakan pengalaman dan penderitaan yang sering kali terpinggirkan, terutama dari komunitas yang terkena dampak konflik.
Apa pun langkah yang diambil oleh penyelenggara Festival Film Venesia, surat terbuka para pembuat film ini telah menempatkan panggung seni yang megah itu dalam percakapan yang jauh lebih luas—bukan hanya tentang estetika dan citra, tetapi juga tentang tanggung jawab etika di era global.





Leave a comment