
Brussels — Uni Eropa kini tengah berada di persimpangan penting dalam kebijakan migrasi setelah bertahun-tahun isu ini menjadi bahan bakar bagi sentimen populis dan polarisasi politik di banyak negara anggota. Komisioner Migrasi Magnus Brunner menegaskan bahwa kunci kebijakan baru Uni Eropa bukan sekadar mekanisme teknis atau aturan administratif, tetapi kembalinya kepercayaan publik terhadap kemampuan UE dalam menghadapi tantangan migrasi yang kompleks. (euronews)
Migrasi: Masalah Politik yang Menggurita
Isu migrasi telah lama menjadi ruang konflik politik di Eropa. Gelombang kedatangan migran yang tinggi, terutama setelah krisis 2015, memicu peningkatan kekhawatiran tentang keamanan perbatasan, integrasi sosial, dan beban sistem negara anggota. Banyak warga merasa bahwa kebijakan UE selama ini tidak efektif, lambat, atau terlalu longgar sehingga memberi ruang bagi kelompok populis dan euroskeptis untuk mengeksploitasi ketidakpuasan tersebut. Poll terbaru menunjukkan bahwa banyak warga Eropa salah paham mengenai realitas migrasi, seperti mempercayai bahwa imigran ilegal jauh lebih banyak daripada data resmi, yang menunjukan adanya kesenjangan antara persepsi publik dan fakta. (theguardian.com)
“We need the trust of the people back,” tegas Brunner dalam sebuah wawancara, menyoroti bahwa tanpa kepercayaan warga terhadap sistem migrasi dan perlindungan perbatasan, legitimasi kebijakan UE terus tergerus dan memberi peluang bagi narasi ekstrem. (euronews)
Pact Migrasi Baru: Solusi atau Simbol?
Uni Eropa sedang mempersiapkan penerapan penuh dari Pact on Asylum and Migration, paket reformasi besar yang telah disepakati oleh Parlemen dan Dewan UE dan dijadwalkan berlaku penuh pada pertengahan 2026. Paket ini berupaya memperkenalkan empat prinsip utama:
- pengamanan perbatasan luar melalui pemeriksaan cepat dan prosedur yang efisien,
- proses suaka yang lebih cepat dan terstruktur,
- sistem solidaritas dan tanggung jawab bersama antar negara anggota,
- serta kerjasama migrasi dengan negara ketiga secara lebih formal. (euronews)
Brunner sendiri menyatakan bahwa pakta ini bukan solusi sempurna, tetapi lebih baik memiliki aturan yang disepakati bersama “70% daripada 0%”. Ia menekankan bahwa penerapan pakta harus konsisten dan efektif agar masyarakat melihat hasil nyata dari reformasi ini. (euronews)
Negosiasi Sensitif dengan Negara Ketiga
Salah satu aspek paling kontroversial dari pendekatan baru ini adalah dialog teknis dengan negara-negara yang menjadi asal atau transit migran, termasuk yang pemerintahnya dipandang bermasalah secara hak asasi. Contohnya, Brunner membela negosiasi antara Jerman dan Taliban untuk memfasilitasi pemulangan warga Afghanistan yang ditolak suakanya, meskipun hal ini menuai kritik tajam karena Taliban dikenal melakukan pelanggaran hak perempuan dan hak asasi secara sistematis. Brunner membedakan antara berdialog secara teknis dengan pemerintah tertentu dan mengakui atau menghormati mereka sebagai entitas politik yang sah — langkah yang menurutnya diperlukan agar proses pemulangan berjalan. (euronews)
Ide ‘Return Hubs’: Solusi atau Kontroversi Baru?
Pembicaraan juga mencakup konsep “return hubs”, yaitu pusat pemulangan di negara ketiga yang menampung migran yang tidak memenuhi syarat tinggal di UE. Brunner menyebutnya sebagai salah satu solusi inovatif yang perlu dipertimbangkan oleh negara anggota untuk mengatasi impasse dalam sistem migrasi saat ini. Namun ia dengan tegas mengatakan bahwa Komisi tidak ingin bernegosiasi atas nama semua negara anggota, melainkan hanya menyediakan kerangka yang memungkinkan negara-negara melihat opsi tersebut secara mandiri. (euronews)
Mencari Kembali Kepercayaan Publik
Inti dari semua ini adalah usaha untuk meredam narasi populis yang mengeksploitasi kekhawatiran warga tentang migrasi — narasi yang sering kali didorong oleh informasi yang salah atau setengah benar. Dengan memperkenalkan aturan yang lebih jelas dan adil, serta menunjukkan hasil nyata seperti proses suaka yang lebih cepat atau pengelolaan perbatasan yang lebih efisien, UE berharap mampu mendapatkan kembali kepercayaan publik yang telah terkikis oleh dekade debat migrasi yang keras. (Home Affairs)
Namun tantangan tetap besar: perbedaan prioritas antara negara anggota, kekhawatiran hak asasi migran, serta persepsi publik yang sering simplistis terhadap isu kompleks ini. Kesuksesan reformasi migrasi UE akan sangat ditentukan oleh apakah kebijakan baru ini dapat menjawab kekhawatiran rakyat tanpa mengorbankan nilai-nilai fundamental Uni Eropa.





Leave a comment