Protesters mengibarkan Union Flag selama demonstrasi di Orpington, dekat London, pada Agustus 2025
Alberto Pezzali/The Associated Press

London / Berlin / Washington — Isu imigrasi terus menjadi titik panas dalam hubungan politik antara Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat, terutama setelah Presiden AS Donald Trump semakin vokal mengkritik kebijakan migrasi di Eropa dan menyerukan pendekatan lebih keras terhadap masuknya orang secara ilegal, sementara pemimpin Eropa mencoba mempertahankan kontrol atas kebijakan domestik mereka sendiri. Guncangan politik, kekhawatiran keamanan perbatasan, dan dinamika geopolitik yang lebih luas kini menyatu dalam debat panas tentang migrasi dan masa depan kebijakan perbatasan di Barat. (theguardian.com)

Starmer dan Kebijakan Imigrasi Inggris: Menjawab Kekhawatiran Publik

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer berada di pusat perdebatan ini setelah pemerintahan Labour memperkenalkan sejumlah perubahan besar terkait sistem imigrasi pada 2025. Pemerintahnya mengajukan white paper (dokumen kebijakan) yang bertujuan untuk mengendalikan imigrasi secara lebih ketat, termasuk memperketat persyaratan visa, memperpanjang masa tinggal sebelum warga mendapatkan kewarganegaraan, serta mengatur ulang proses suaka. Langkah ini dipandang sebagai respons terhadap kritik publik dan tekanan partai sayap kanan yang meningkat di Inggris, serta berusaha mengatasi masalah arus migrasi yang terus berlanjut melalui Selat Inggris. (Wikipedia)

Starmer sendiri telah berkomitmen untuk mengurangi jumlah migran bersih (net migration) dan memberi sinyal bahwa kontrol perbatasan yang lebih ketat menjadi prioritas, sementara tetap menolak pendekatan yang disebut terlalu ekstrem oleh para kritikus. Ini termasuk pembentukan unit koordinasi baru — Border Security Command — yang berperan dalam menangani penyelundupan manusia dan imigran ilegal, menggantikan rencana deportasi ke Rwanda yang ditinggalkan pemerintah sebelumnya. (Wikipedia)

Komentar Trump: Tekanan terhadap Eropa dan Inggris

Di sisi lain Atlantik, Presiden AS Donald Trump secara terbuka mengkritik kebijakan migrasi Eropa dan Inggris, menyebut bahwa “imigrasi sedang ‘menghancurkan’ Eropa” dan menekan negara-negara Barat untuk menutup perbatasan mereka terhadap arus migran ilegal, serta menekankan pentingnya “keamanan perbatasan yang kuat.” Pernyataan semacam ini sering muncul dalam pidato dan wawancara Trump yang lebih luas tentang strategi nasionalnya, yang menekankan perlunya kontrol imigrasi yang ketat dan melibatkan kritik terhadap pendekatan yang dianggap terlalu longgar di Eropa. (YouTube)

Trump bahkan pernah menyatakan secara publik ketidaksepakatannya dengan pendekatan Starmer dalam beberapa hal, menunjukkan perbedaan pandangan antara Inggris dan AS soal bagaimana menangani imigrasi dalam konteks keamanan dan ekonomi. (Reuters)

Respons Eropa: Suveranitas Kebijakan dan Kepentingan Sendiri

Kanselir Jerman Friedrich Merz menegaskan bahwa kebijakan imigrasi adalah urusan domestik negara-negara Eropa dan tidak dapat ditentukan oleh tekanan dari Washington, sambil menolak pendekatan luar terhadap kebijakan migrasi. Ini menunjukkan bahwa meskipun AS adalah sekutu utama dalam keamanan dan geopolitik, negara-negara UE tetap ingin memegang hak penuh atas aturan dan strategi imigrasi mereka tanpa intervensi dari luar. (Anadolu Ajansı)

Respons semacam ini mencerminkan juga realitas politik internal Eropa, dimana isu migrasi telah menjadi bahan perdebatan sengit di parlemen dan publik di berbagai negara, terutama dengan munculnya partai-partai sayap kanan yang menekankan pengetatan kebijakan terhadap kedatangan migran dan pengungsi. (Real Instituto Elcano)

Dinamika Politik Internal Inggris

Di Inggris sendiri, isu ini semakin dipanaskan oleh kekuatan politik domestik seperti Reform UK, partai sayap kanan yang menarik dukungan dengan platform anti-imigrasi yang keras. Tekanan dari kelompok semacam ini telah memaksa pemerintah Starmer untuk mengajukan reformasi besar, meskipun tetap mempertahankan nilai-nilai demokrasi dan aturan hukum yang dihormati oleh sebagian besar pemimpin Eropa. (Wikipedia)

Keseimbangan antara Nilai dan Keamanan

Debat ini mencerminkan ketegangan antara perlindungan perbatasan, nilai multikulturalisme, dan hak asasi manusia. Pemerintah Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya mencoba mencari keseimbangan antara kebutuhan keamanan nasional dan faktor kemanusiaan, sementara kritik mengatakan tekanan luar seperti dari AS bisa memperumit upaya ini. Menteri Dalam Negeri Inggris bahkan membalas narasi AS dengan menegaskan komitmen Inggris terhadap inklusivitas dan keberagaman. (theguardian.com)

Implikasi Global

Ketegangan antara pendekatan ketat terhadap imigrasi dan nilai keterbukaan liberal ini bukan hanya berdampak pada hubungan transatlantik antara AS dan Eropa, tetapi juga mencerminkan perubahan besar dalam politik global — di mana isu perbatasan, identitas nasional, dan beban migran menjadi topik sentral dalam berbagai negara dari Amerika Utara ke Eropa.


Leave a comment

Trending